Kamis, 06 November 2008

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996, TENTANG PANGAN

Undang-undang ini memuat ketentuan umum sebagai berikut:
1. Pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan masyarakat. (Pasal 2).
2. Tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah :
a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia,
b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab,
c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (pasal 3).
3. Definisi mengenai berbagai hal antara lain sebagai berikut:
 Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. (Pasal 1 angka 1).
 Yang dimaksud dengan pangan olahan adalah makanan dan atau minuman hasil proses dengan cara metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan pangan. (Pasal 1 angka 2).
 Pangan olahan ini mencakup pangan olahan yang siap dikonsumsi untuk manusia maupun pangan olahan setengah jadi, yang digunakan selanjutnya sebagai bahan baku pangan. (Penjelasan pasal 1 angka 2).
Selanjutnya Undang-undang ini mengatur antara lain mengenai :
1. Keamanan pangan,
2. Mutu dan gizi pangan,
3. Label dan iklan pangan,
4. Pemasukan dan pengeluaran pangan ke dalam dan dari wilayah Indonesia,
5. Tanggung jawab industri pangan
6. Peran serta masyarakat,
7. Pengawasan,
8. Ketentuan pidana.
Keamanan Pangan
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. (Pasal 1 angka 4).
Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekayasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium, dan pangan tercemar.
Sanitasi Pangan
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan dan minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia (Pasal 1 angka 9). Dalam pengertian persyaratan sanitasi sudah tercakup pula persyaratan higienis. [Penjelasan Pasal 4 angka (1)].
Ketentuan mengenai sanitasi pangan adalah:
 Kewenangan pemerintah untuk menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan. [pasal 4 ayat (1)].
 Persyaratan yang ditetapkan merupakan persyaratan minimal yang wajib dipenuhi dan diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan. [pasal 4 ayat (2)].
 Persyaratan minimal adalah persyaratan yang sekurang-kurangnya wajib dipenuhi dalam menjaga keamanan pangan dalam rangka melindungi kesehatan dan jiwa manusia [penjelasan pasal 4 ayat (2)].
 Yang dimaksud dengan produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan. (pasal 1 angka 5).
 Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari suatu tempat dengan cara atau sarana angkutan apapun dalam rangka produksi, peredaran dan atau perdagangan pangan. (pasal 1 angka 6).
 Kewajiban bagi sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran untuk memenuhi persyaratan sanitasi. [pasal 5 ayat (1)].
 Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan serta penggunaan sarana dan prasarana dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi. [pasal 5 ayat (2)].
 Kewajiban setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan dan proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan untuk :
 memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia.
 menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala,
 menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi (pasal 6).
 Yang dimaksud dengan “setiap orang yang bertanggung jawab” dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang melakukan, berkepentingan, atau memperoleh manfaat dari kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan, baik milik sendiri maupun menyewa sarana dan prasarana yang diperlukan.
 Ketentuan ini juga berlaku bagi mereka yang diberi tanggung jawab di bidang sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan, baik melalui ikatan kerja, kontrak maupun kesepakatan lain.
 Selain itu ditegaskan bahwa kewajiban untuk selalu menjaga tingkat kebersihan dan kesehatan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan tidak hanya terbatas pada pemenuhan perrsyaratan yang ditetapkan pemerintah, tetapi juga dalam arti yang lebih luas sehingga mencakup pula persyaratan keamanan dan atau keselamatan manusia dengan batasan yang objektif, faktual, dan berdasarkan akal sehat.
 Setiap orang yang melakukan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan agar menyusun dan melaksanakan program pemantauan sanitasi secara teratur, sesuai dengan keperluan, untuk menjamin keamanan dan atau keselamatan manusia (Penjelasan pasal 6). Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan ini meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh Pemerintah adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 480.000.000,- (pasal 59 huruf a).
 Kewajiban orang perorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan untuk memenuhi persyaratan sanitasi. (pasal 7).
 Yang dimaksud dengan “orang perorangan” dalam ketentuan ini adalah mereka yang secara langsung menangani atau terlibat dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan. Ketentuan ini diperlukan karena risiko pencemaran pangan tidak jarang diakibatkan oleh kelalaian orang perseorangan tersebut. Ketentuan ini juga berlaku bagi mereka, yang meskipun tidak menangani langsung, tetapi berada langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan, seperti mandor, satuan pengamanan, atau pengunjung produsen/pabrik pangan.
 Persyaratan sanitasi dalam kaitannya dengan “orang perseorangan” ini tidak hanya terbatas pada pola atau standar perilaku yang memenuhi persyaratan sanitasi, tetapi juga termasuk kesehatan orang perseorangan tersebut karena tidak jarang penyakit manusia ditularkan melalui pangan yang diedarkan (penjelasan pasal 7). Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan ini meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh Pemerintah adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 480.000.000,- (pasal 59 huruf b).
 Larangan bagi setiap orang untuk menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi (pasal 8). Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan ini bila dilakukan dengan sengaja adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (pasal 55 huruf a).
 Terhadap pelanggaran karena kelalaian dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp.120.000.000,- (pasal 56 huruf a). Ancaman pidana tersebut ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan, atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian (pasal 57).
Bahan Tambahan Pangan
Yang dimaksud dengan “bahan tambahan pangan” adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain, bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
Ketentuan mengenai bahan tambahan pangan adalah:
 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan, untuk menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau menggunakan bahan tambahan pangan yang melampau ambang batas maksimal yang ditetapkan. [pasal 10 ayat(1)].
 Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena hal tersebut memang lazim dilakukan. Namun, penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan, karena dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan tersebut.
 Bahan tambahan pangan yang dilarang antara lain asam borat (boric acid) dan senyawanya, sedangkan bahan tambahan yang dibolehkan dengan batas ambang maksimal, antara lain, siklamat. (penjelasan pasal 10).
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan ini bila dilakukan dengan sengaja adalah pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.600.000.000,- (pasal 55 huruf b).
 Terhadap pelanggaran karena kelalaian dipidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp.120.000.000,- (pasal 56 huruf b). Ancaman pidana tersebut ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan, atau ditambah sepertiga bila menimbulkan kematian. (pasal 57)
 Kewajiban pemerintah untuk menetapkan bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal penggunaannya. [Pasal 10 ayat (2)].
 Memeriksa terlebih dahulu keamanan dan penggunaan bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah (pasal 11).
 Sangsi terhadap penggunaan suatu bahan tambahan pangan dan mengedarkan pangan tersebut secara bertentangan dengan ketentuan ini adalah pidana paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 360.000.000,- (pasal 58 huruf a)
Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan
Yang dimaksud dengan rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk menghasilkan produk pangan yang lebih unggul. (pasal 1 butir 12).
Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen. (pasal 1 butir 11).
Ketentuan mengenai rekayasa genetika dan iradiasi pangan adalah :
 Kewajiban setiap orang yang memproduksi pangan, menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika untuk terlebih dahulu memeriksa keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan. [pasal 13 ayat (1)].
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan di atas adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf b).
 Kewenangan pemerintah untuk menetapkan:
 Persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan pemanfatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses produksi pangan.
 Persyaratan pengujian pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika [pasal 13 ayat (2)]
 Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan izin dari pemerintah. Kegiatan atau proses produksi yang dilakukan dengan menggunakan teknik dan atau metode iradiasi wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan. (pasal 14).
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan ini adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf c).
Kemasan Pangan
Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
Ketentuan mengenai kemasan pangan adalah :
 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan untuk menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia. [pasal 16 ayat (1)]
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan di atas bila dilakukan dengan sengaja adalah dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.600.000.000,- (pasal 55 huruf c)
 Terhadap pelanggaran karena kelalaian dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp.120.000.000,- (pasal 56 huruf c). Ancaman pidana atas pelanggaran tersebut ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian. (pasal 57).
 Untuk menghindari terjadinya kerusakan dan atau pencemaran, pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara pengemasan yang benar. [pasal 16 ayat (2)].
 Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan :
 Bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan
 Tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan. [pasal 16 ayat (3)
 Sangsi terhadap pelanggaran pelaksanaan tata cara pengemasan pangan yang ditetapkan sebagaimana ketentuan di atas meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh pemerintah adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 480.000.000,- (pasal 59 huruf c).
 Kewajiban untuk memeriksa terlebih dahulu keamanan pangan yang digunakan sebagai kemasan pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia. Penggunaannya bagi pangan yang diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Pemerintah. (pasal 17). Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan ini adalah dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 360.000.000,- (pasal 58 huruf d).
 Larangan bagi setiap orang untuk membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan, kecuali untuk pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar yang lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut. (pasal 18).
 Yang dimaksud dengan “kemasan akhir pangan “ adalah kemasan final terhadap produk pangan yang lazim dilakukan pada tahap akhir proses atau kegiatan produksi yag siap diperdagangkan bagi konsumsi manusia.
 Ketentuan ini bersifat preventif karena tidak jarang suatu produk pangan tercemar oleh bahan yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia karena tindakan pengemasan kembali tersebut.
 Pengadaan pangan dalam jumlah besar yang lazimnya tidak dikemas secara final dan dimaksudkan untuk diperdagangkan (diecer) lebih lanjut dalam kemasan yang lebih kecil tidak tunduk pada ketentuan diatas.
 Kelaziman tersebut disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku bagi komoditas pangan yang bersangkutan atau kebiasaan masyarakat setempat (penjelasan pasal 18).
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan di atas adalah dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 360.000.000,- (pasal 58 huruf e).
Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium
Ketentuan mengenai jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium adalah :
 Kewajiban bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan untuk menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan pangan yang diproduksi. [pasal 20 ayat (1)].
 Sistem jaminan mutu merupakan upaya pencegahan yang perlu diperhatikan dan atau dilaksanakan dalam rangka menghasilkan pangan yang aman bagi kesehatan manusia dan bermutu, yang lazimnya diselenggarakan sejak awal kegiatan produksi pangan sampai dengan siap untuk diperdagangkan, dan merupakan sistem pengawasan dan pengendalian mutu yang selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. [penjelasan pasal 20 ayat (2)].
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan butir di atas meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh Pemerintah adalah pidana penjara paling lama 4(empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp.480.000.000,- (pasal 59 huruf d).
 Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan persyaratan agar pangan tersebut terlebih dahulu diuji secara laboratoris sebelum diedarkan. [pasal 20 ayat (2)].
 Disamping sistem jaminan mutu yang diselenggarakan sendiri oleh setiap orang yang memproduksi pangan, maka upaya mewujudkan ketersediaan pangan yang aman dapat ditempuh melalui pengujian secara laboratoris atas pangan yang diproduksi.
 Persyaratan pemeriksaan laboratorium ini terutama diperuntukkan bagi pangan tertentu yang diperdagangkan, yang akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah. [Penjelasan pasal 20 ayat (2)].
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan butir di atas adalah dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf f)
 Pengujian secara laboratoris tersebut dilakukan di laboratorium yang ditunjuk oleh dan atau telah memperoleh akreditasi dari Pemerintah. [pasal 20 ayat (3)].
 Laboratorium yang melaksanakan pengujian dimaksud harus memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan melaksanakan pengujian berdasarkan tata cara yang telah dibakukan.
 Ketentuan ini memberi kemungkinan bagi laboratorium-laboratorium yang bukan milik Pemerintah untuk melakukan pengujian itu. Misalnya, laboratorium milik setiap orang yang memproduksi pangan, atau yang merupakan bagian dari sistem jaminan mutu yang diterapkan, atau laboratorium milik pihak ketiga selama laboratorium tersebut telah diperiksa kelaikannya dan memperoleh akreditasi dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab baik secara teknis perlengkapan laboratorium tersebut maupun berkenaan dengan pemenuhan persyaratan lain berdasarkan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. [penjelasan pasal 20 ayat (3)].
 Penetapan dan penerapan sistem jaminan mutu serta persyaratan pengujian secara laboratoris dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan. [pasal 20 ayat (4)]
 Pelaksanaan persyaratan jaminan mutu dan pengujian secara laboratoris ditetapkan secara bertahap disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, antara lain untuk proses produksi, penyimpanan, dan pengangkutan. Penerapan persyaratan jaminan mutu dan pengujian secara laboratoris ditetapkan secara bertahap disesuaikan dengan perkembangan sistem pangan serta kesiapan peraturan pelaksanaan yang dikaitkan pula dengan pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kemampuan, khususnya pengusaha menengah dan kecil, termasuk pengusaha pangan olahan informal dan tradisional. [penjelasan pasal 20 ayat (4)].
Pangan Tercemar
Ketentuan mengenai pangan tercemar adalah :
 Larangan bagi setiap orang untuk mengedarkan :
 Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia,
 Yang dimaksud dengan “merugikan kesehatan” adalah dampak yang timbul akibat bahan beracun atau bahan lain dalam tubuh yang dapat menganggu penyerapan senyawa atau zat gizi ke dalam darah, tetapi tidak membahayakan kesehatan.
 Yang dimaksud dengan “membahayakan kesehatan” adalah dampak yang timbul akibat adanya bahan beracun atau berbahaya seperti residu pestisida, mikotoksin, logam berat, hormon, dan obat-obatan hewan.
 Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan,
 Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan,
 Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia,
 Yang dimaksud dengan “bahan yang kotor” adalah bahan yang bercampur dengan kotoran seperti tanah, pasir, atau bahan lain;
 Yang dimaksud dengan “bahan yang busuk” adalah bahan yang bentuk, rupa, atau baunya sudah tidak sesuai dengan keadaan normal bahan tersebut;
 Yang dimaksud dengan “bahan yang tengik” adalah bahan yang bau atau aromanya sudah berbeda dari bau normal yang antara lain diesebabkan oleh terjadinya proses oksidasi;
 Yang dimaksud dengan “bahan yang terurai” adalah bahan yang rupa atau bentuknya telah berubah dari keadaan normal;
 Yang dimaksud dengan “bahan yang mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit” adalah bahan nabati atau hewani yang mengandung penyakit yang dapat menular kepada manusia, misalnya ikan, atau udang yang mengandung bibit penyakit kolera atau daging yang mengandung cacing;
 Yang dimaksud dengan “bangkai” adalah bahan hewani yang mati secara alamiah atau matinya tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi sebagai pangan, misalnya ayam yang mati bukan karena sengaja dipotong untuk dikonsumsi sebagai pangan.
 Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan ini harus senantiasa memperhatikan fakta yang ditemukan, tolak ukur objektif dalam menentukan tingkat kelayakan pangan sebagai makanan dan atau minuman yang dikonsumsi manusia, dan keamanan terhadap kesehatan dan jiwa manusia yang mengkonsumsi pangan tersebut. [penjelasan pasal 21 huruf d)
 Pangan sudah kadaluarsa. (pasal 21)
 Sangsi terhadap ketentuan butir di atas bila dilakukan dengan sengaja adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.600.000.000,- (pasal 55 huruf d)
 Terhadap pelanggaran karena kelalaian dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.120.000.000,- (pasal 56 huruf d). Ancaman pidana atas pelanggaran tersebut ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian. (pasal 57)
 Kewenangan Pemerintah untuk mengawasi dan mencegah tercemarnya pangan dengan:
 Menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan,
 Mengatur atau menetapkan persyaratan bagi penggunaan, cara, metode, dan atau bahan tertentu dalam kegiatan atau proses produksi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan yang dapat memiliki risiko yang merugikan dan atau membahayakan kesehatan,
 Menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam memproduksi peralatan pengolahan, penyiapan, pemasaran, dan atau penyajian pangan. (pasal 22)
Mutu dan Gizi Pangan
Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan, dan minuman. (pasal 1 angka 13).
Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. (pasal 1 angka 14).
Mutu Pangan
Ketentuan mengenai mutu pangan adalah :
 Kewajiban bagi pangan tertentu yang diperdagangkan untuk memenuhi standar mutu pangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. (pasal 24)
 Yang dimaksud dengan “standar mutu pangan” dalam ketentuan ini adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan tentang mutu pangan, misalnya dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspek lain yang terkait.
 Standar mutu pangan tersebut mencakup baik pangan olahan maupun pangan yang tidak diolah.
 Dalam pengertian yang lebih luas, standar yang berlaku bagi pangan mencakup berbagai persyaratan keamanan pangan, gizi, dan persyaratan lain dalam rangka menciptakan perdagangan pangan yang jujur, misalnya, persyaratan tentang label dan iklan. Berbagai standar tersebut tidak bertentangan satu sama lain atau berdiri sendiri, tetapi justru merupakan satu kesatuan yang bulat, penjabarannya lebih lanjut diatur oleh Pemerintah. Pangan tertentu yang diperdagangkan yang dimaksud pada ayat ini adalah produk pangan yang atas pertimbangan manfaat, nilai gizi dan aspek perdagangan harus memenuhi standar mutu tertentu.
 Penetapan standar mutu pangan oleh Pemerintah, merupakan upaya standarisasi mutu pangan yang diedarkan, dan terutama berguna sebagai suatu tolak ukur yang objektif bagi pangan yang diedarkan.
 Hal ini tidak berarti bahwa standar mutu yang ditetapkan oleh kalangan yang berkepentingan di bidang pangan tidak diakui keberadaannya, misalnya, yang ditetapkan oleh asosiasi dibidang pangan, terutama apabila standar mutu tersebut lebih tinggi daripada standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah.
 Disisi lain, pemerintah perlu diberikan kewenangan untuk mewajibkan pemenuhan standar mutu yang ditetapkan bagi produksi pangan tertentu yang diperdagangkan, terutama dalam rangka mewujudkan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab. Dalam melaksanakan ketentuan ini Pemerintah memperhatikan masukan, saran, atau perkembangan dari masyarakat. Hal ini penting, mengingat masyarakat adalah pihak yang merasakan akibat langsung dari diberlakukannya aturan hukum dibidang pangan, baik masyaraakat yang memproduksi pangan maupun yang mengkonsumsi pangan (penjelasan pasal 24).
 Kewenangan pemerintah untuk menetapkan peryaratan sertifikasi mutu pangan yang diperdagangkan dan diterapkan secara bertahap berdasarkan jenis pangan dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan. (pasal 25)
 Sertifikasi adalah syarat-syarat yang dipenuhi dalam proses pengawasan mutu pangan yang penyelenggaraannya dapat dilakukan secara laboratoris atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi. Sertifikasi mutu diberlakukan untuk lebih memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pangan yang dibeli telah memenuhi standar mutu tertentu, tanpa mengurangi tanggung jawab pihak yang memproduksi pangan untuk memenuhi ketentuan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. (penjelasan pasal 25)
 Larangan bagi setiap orang untuk memperdagangkan:
 pangan tertentu yang tidak memenuhi standar mutu pangan yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya,
 pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan,
 pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan. (pasal 26).
 Sangsi terhadap ketentuan butir di atas bila dilakukan dengan sengaja adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.600.000.000,- (pasal 55 huruf e, f, dan g).
Gizi Pangan
Ketentuan mengenai gizi adalah :
 Kewenangan pemerintah untuk menetapkan :
 Kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat dan menyelenggarakannya, [pasal 27 ayat(1)]
 Persyaratan khusus mengenai komposisi pangan untuk meningkatkan kandungan gizi pangan olahan tertentu yang diperdagangkan, [pasal 27 ayat (2)],
 Persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan dalam hal terjadi kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat [pasal 27 ayat(3)]
 Pangan olahan tertentu serta cara pengolahan sehingga dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan. [Pasal 28 ayat (2)]
 Kewajiban bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk meningkatkan kandungan gizi pangan olahan tertentu yang diperdagangkan, dan perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan dalam hal terjadinya kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat untuk memenuhi persyaratan tentang gizi. [pasal 27 ayat (4)].
 Pangan olahan tertentu adalah komposisi bagi kelompok tertentu, misalnya, susu formula untuk bayi, pangan yang diperuntukan bagi ibu hamil atau menyusui, pangan khusus bagi penderita tertentu, atau pangan lain yang sejenis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas kesehatan manusia.
 Yang dimaksud dengan “komposisi” adalah kandungan zat-zat serta jumlahnya, yang harus terdapat di dalam pangan tersebut, baik berupa zat gizi maupun non gizi. [penjelasan pasal 27 ayat (2)].
 Perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan dimaksudkan untuk menanggulangi keadaan kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat, yang lazimnya dilakukan untuk sementara waktu dan atau di wilayah tertentu sampai keadaan tersebut dapat ditanggulangi.
 Pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat kemungkinan besar dapat digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki status gizi masyarakat dengan cara menambahkan zat gizi yang diperlukan dalam jenis pangan tersebut. [pasal 27 ayat (3)].
 Kandungan gizi dalam pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Olah karena itu, peranan setiap orang yang memproduksi pangan tersebut dalam rangka perrbaikan status gizi masyarakat menjadi penting. [penjelasan pasal 27 ayat (4)].
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan butir di atas adalah dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf g).
 Kewajiban setiap orang untuk memproduksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan untuk menyelenggarakan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan [pasal 28 ayat (1)].
Label dan Iklan Pangan
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. (pasal 1 angka 15).
Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan. (pasal 1 angka 16).
Ketentuan mengenai label dan iklan pangan:
 Kewajiban setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan untuk mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. [pasal 30 ayat (1)].
 Ketentuan ini berlaku bagi pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan (prepackaged), tidak berlaku bagi perdagangan pangan yang dibungkus dihadapan pembeli. [penjelasan pasal 30 ayat (1)].
 Pada label sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan pangan ke dalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal serta tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa. [pasal 30 ayat (2)].
 Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk dicantumkan pada label pangan. [pasal 30 ayat (3)].
 Keterangan pada label ditulis, dicetak atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat dan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin. [pasal 31 ayat (1) & (2)].
 Penggunaan istilah asing dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, tidak dapat diciptakan padanannya, atau digunakan untuk kepentingan perdagangan pangan ke luar negeri. [pasal 31 ayat (3)].
 Yang dimaksud dengan istilah asing adalah bahasa, angka atau huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab atau huruf latin serta istilah teknis atau ilmiah, misalnya rumus kimia.
 Yang dimaksud dengan “keterangan yang menyesatkan” adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat, atau keamanan pangan yang meskipun benar, dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan. [penjelasan pasal 33 ayat (1)].
 Larangan bagi setiap orang untuk memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar dan atau menyesatkan tentang pangan yang diperdagangkan pada label dan iklan. [pasal 33 ayat (2)].
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan di atas adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf i).
 Kewenangan Pemerintah untuk mengatur, mengawasi, dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan. [pasal 33 ayat (3)].
 Tanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut dari setiap orang yang menyatakan pada label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu [pasal 34 ayat (1)].
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan di atas adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf j)
 Kewajiban untuk memuat keterangan tentang peruntukkan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak pangan terhadap kesehatan manusia pada label pangan olahan tertentu yang diperdagangkan untuk bayi, anak berumur di bawah lima tahun, ibu sedang hamil atau menyusui. [pasal 34 ayat (2)]
 Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan di atas, meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh Pemerintah adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp.480.000.000,- (pasal 59 huruf e).
Pemasukan dan Pengeluaran Pangan ke dan dari Wilayah Indonesia
Kewajiban bagi setiap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonsia untuk diedarkan untuk memenuhi ketentuan Undang-undang ini & peraturan pelaksanaannya. [pasal 36 ayat (1)]
Larangan bagi setiap orang untuk memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan di dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan di dalam wilayah Indonesia apabila pangan tersebut tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan. [pasal 36 ayat (2)]
Sangsi terhadap pelanggaran ketentuan di atas adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf k).
Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan persyaratan bagi pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia bahwa :
 pangan telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi keamanan, mutu, dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal;
 pangan telah dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan atau pemeriksaan;
 pangan telah terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan, mutu dan gizi pangan. (pasal 37)
Tanggung jawab dari setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan terhadap keamanan, mutu, dan gizi pangan. (pasal 38).
Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan persyaratan agar pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa dari segi keamanan, mutu dan persyaratan label, dan gizi pangan. (pasal 39).
Tanggung Jawab Industri Pangan
Tanggung jawab badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut [pasal 41 ayat (1)].
Hak bagi orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang yang meninggal dunia sebagai akibat langsung mengkonsumsi pangan olahan yang diedarkan untuk mengajukan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut. [pasal 41 ayat (2)].
Kewajiban bagi badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut untuk mengganti segala kerugian yang secara nyata ditimbulkan bila terbukti bila pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, kecuali dapat dibuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian. [pasal 41 ayat (3) & (4)].
Besarnya ganti rugi tersebut setinggi-tingginya sebesar Rp.500.000.000,- untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan. [pasal 41 ayat (5)].
Bila badan usaha dan atau orang-perseorangan dalam badan usaha tersebut tidak diketahui atau tidak berdomisili di Indonesia, maka kewajiban ganti rugi diberlakukan terhadap orang yang mengedarkan dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. (pasal 42).
Apabila kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit, Pemerintah berwenang mengajukan ganti rugi untuk kepentingan orang yang mengalami kerugian dan atau musibah. [pasal 43 ayat (1) & (2)].
Peran Serta Masyarakat
Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan bagi orang perseorangan yang mengkonsumsi pangan, sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya serta perundang-undangan lain yang berlaku. (pasal 51).
Masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan dan atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan sistem pangan. (pasal 52).
Pengawasan
Dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan, Pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan untuk mengawasi pemenuhan ketentuan Undang-undang ini. [pasal 53 ayat (1)].
Wewenang Pemerintah dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan :
 Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan pangan;
 Menghentikan, memeriksa dan mencegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut dicurigai digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan;
 Membuka dan meneliti setiap kemasan pangan.
 Memeriksa setiap buku dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan pangan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut;
 Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha dan dokumen lain sejenis.
Pejabat pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaan dilengkapi dengan surat perintah [pasal 53 ayat (3)].
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan patut diduga merupakan tindak pidana di bidang pangan, segera dilakukan tindakan penyidikan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan [pasal – ayat (4)]
Barangsiapa menghambat proses pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.360.000.000,- (pasal 58 huruf l).
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, pemerintah berwenang mangambil tindakan administratif terhadap pelanggaran ketentuan undang-undang ini.
Tindakan administratif dapat berupa :
a. Peringatan secara tertulis
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran apabila terdapat risiko tercemarnya pangan atau pangan tidak aman bagi kesehatan manusia,
c. Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia,
d. Penghentian produksi untuk sementara waktu,
e. Pengenaan denda paling tinggi Rp.50.000.000,- dan atau
f. Pencabutan izin produksi dan izin usaha (pasal 54)

Jumat, 31 Oktober 2008

ANALISIS BAHAYA PADA PANGAN

Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. Tetapi pangan dapat juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia, yang berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari pangan, maupun masuk ke dalam pangan dengan cara tertentu. Secara umum bahaya yang timbul dari pangan sering disebut sebagai keracunan pangan. Timbulnya bahaya dapat terjadi melalui unsur mikroorganisme, kimia atau alami. Penyakit yang ditimbulkan oleh ketiga unsur di atas diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh mikroba yang mencemari pangan dan masuk ke dalam tubuh, kemudian hidup dan berkembang biak, dan mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan (food infection).

2. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh racun/toksin yang dihasilkan oleh mikroba pada pangan (food poisoning). Kejadian intoksikasi tidak selalu diserta masuknya mikroba ke dalam tubuh.

3. Penyakit akibat pangan yang penyebabnya bukan mikroba, tetapi bahan kimia dan unsur alami.
Bahaya Mikrobiologis

Mikroba terdapat dimana-mana, baik di tanah, debu, air ataupun udara. Sebagian besar dari mikroba tersebut tidak berbahaya, tetapi banyak juga yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan. Dalam keadaan tertentu mikroba dapat berkembangbiak dan menginfeksi jaringan tubuh dan dapat menular baik antara manusia dengan manusia, hewan dengan hewan ataupun menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya, secara langsung atau melalui pangan. Pangan menjadi beracun karena telah tercemar oleh mikroba tertentu, dan mikroba tersebut menghasilkan racun yang cukup banyak yang dapat membahayakan konsumen
Infeksi Bakteri

Pangan yang umumnya sumber infeksi dan keracunan oleh bakteri adalah pangan yang tergolong berkeasaman rendah seperti daging, telur, susu dan hasil produksinya. Yang termasuk bakteri penyebab infeksi pangan antara lain adalah Salmonella, Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Vibrio cholerae.
Salmonella

Salmonella dapat ditemui dalam pangan karena adanya kontaminasi. Beberapa sumber kontaminasi antara lain kotoran hewan pada saat dipotong, kotoran manusia, atau dari air yang terkena polusi air buangan yang mengandung Salmonella. Kontaminasi dapat juga terjadi secara tidak langsung, misalnya kontaminasi pangan oleh Salmonella melalui tangan manusia atau alat-alat yang digunakan.

Salmonella terdapat pada unggas dan telurnya, lalat, tikus dan kecoa. Ayam kalkun, bebek dan angsa dapat terinfeksi oleh berbagai jenis Salmonella yang kemudian dapat ditemukan dalam kotoran, telur dan sebagainya. Produk seperti telur utuh, telur bubuk dan telur cair, perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi sebagai sumber Salmonella. Pangan lainnya yang sering tercemar oleh Salmonella adalah daging ikan dan susu serta hasil olahannya seperti sosis, ham, ikan asap, susu segar, es krim, coklat susu.

Gejala keracunan Salmonella adalah demam, sakit kepala, diare, dan muntah. Masa inkubasi 5 – 72 jam, biasanya 12 – 36 jam setelah memakan pangan yang mengandung Salmonella.
Clostridium perfringens

Penyakit yang ditimbulkan bakteri ini adalah gastroenteritis (gangguan saluran pencernaan), dengan gejala seperti sakit perut, diare dan terbentuknya gas racun yang dikeluarkan dari saluran pencernaan. Bakteri tersebut relatif peka terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu 60°C selama 10 menit. Gejalanya timbul dalam waktu 8 – 24 jam setelah memakan makanan yang mengandung mikroba tersebut.

Clostridium perfringens banyak terdapat pada daging ayam dan daging sapi masak. Pangan lain yang mungkin terkontaminasi adalah ikan, unggas, produk susu, makanan kering, sup, gravies, rempah-rempah, gelatin, spagheti, pasta, tepung dan protein kedelai.
Vibrio parahaemolyticus

Wabah gastroenteritis oleh Vibrio parahaemolyticus banyak terjadi di Jepang karena kebiasaan penduduknya yang mengkonsumsi ikan terkontaminasi dan hasil laut lain secara mentah. Hasil laut seperti ikan laut, kerang, kepiting, dan udang adalah bahan pangan yang sering terinfeksi Vibrio parahaemolyticus.

Masa inkubasi 2 – 48 jam, biasanya 12 jam. Gejala yang timbul adalah sakit perut, diare (kotoran berair dan mengandung darah), mual dan muntah, demam ringan, dan sakit kepala. Penderita akan sembuh setelah 2 – 5 hari.
Escherichia coli

Bakteri ini secara normal (komensal) terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok patogenik penyebab diare, yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC (Escherichia coli penghasil verotoksin).

Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis yang berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan bayi dan anak-anak di bawah usia 3 tahun.

Penyakit yang disebabkan oleh ETEC merupakan diare berair dengan kejang perut, demam, malaise dan muntah. Dalam bentuk sangat berat, infeksi oleh galur ETEC dapat menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare yang disebabkan oleh V. cholerae, yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab utama diare untuk bayi di negara berkembang dan juga diare pada orang yang sedang mengadakan perjalanan dari daerah beriklim musim dengan standar higiene baik ke daerah-daerah tropis dengan standar higiene yang lebih rendah.

Grup EIEC menyebabkan diare yang klinis sering menyerupai diare basiler,yang disebabkan oleh Shigella. Awalnya diare bersifat akut dan berair, disertai demam dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja yang berdarah dan mukoid. Tidak semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga darah tidak selalu terdeteksi dalam tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan berkembangbiak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel yang terinfeksi mengalami lisis.

VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tapi paling umum pada anak-anak. VTEC terdapat pada alat pencernaan dari usus sapi dan hewan lain.

Kontaminasi pangan berasal dari karyawan pengelola pangan atau dari kontak dengan air yang mengandung buangan manusia. Infeksi orang dewasa sehat memerlukan dosis paling sedikit 108 sel baik melalui pangan atau air yang tercemar.
Bacillus cereus

Bacillus cereus menyebabkan terjadinya gastroenteritis pada manusia. Gejalanya mual, kejang perut, diare berair, dan muntah-muntah selama satu hari atau kurang. Pangan yang sering terkontaminasi adalah serelia, tepung, bumbu, pati, puding, saus, dan nasi goreng.
Vibrio cholerae

Vibrio cholerae menjadi penyebab terjadinya wabah kolera, sedangkan Vibrio cholerae van Eltor penyebab dari penyakit kolera eltor. Cara kerjanya adalah dengan menyerang dinding saluran usus dan menyebabkan diare dan muntah. Penularan bakteri ini melalui air, ikan dan makanan hasil laut.
Intoksikasi Pangan karena Bakteri

Jenis bakteri penyebab intoksikasi pangan adalah Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenans. Racun yang dihasilkan bakteri lebih tahan panas daripada bakteri itu sendiri.
Clostridium botulinum

Keracunan yang disebabkan bakteri ini disebut “botulism”. Racun yang dihasilkan dapat menyebabkan kematian. Gejalanya dimulai dengan gangguan pencernaan yang akut, mual, muntah, diare, lemah fisik dan mental, pusing dan sakit kepala, pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan berbicara, otot-otot menjadi lumpuh dan kematian biasanya karena kesulitan bernafas. Pada kasus yang fatal, kematian dapat terjadi 3 – 6 hari.

Pada umumnya intoksikasi terjadi pada pangan kaleng berasam rendah. Makanan kaleng yang sering menyebabkan botulism adalah jagung manis, bit, asparagus dan bayam. Botulism juga mungkin terjadi pada ikan asap.
Staphylococcus aureus

Gejala keracunan Staphylococcus aureus adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah, kejang perut, diare berdarah dan berlendir, sakit kepala, kejang otot, berkeringat dingin, lemas, nafas pendek, suhu tubuh dibawah normal. Gejala ini berlangsung 1 – 2 hari, jarang terjadi kematian.

Rongga hidung manusia khususnya penderita sinusitis mengandung banyak staphylococci, demikian halnya dengan bisul dan luka bernanah merupakan sumber potensial. Sapi perah penderita mastitis (infeksi pada ambing) menularkan staphylococci ke dalam air susu.

Bakteri S. aureus yang telah masuk ke dalam makanan, dapat dimatikan dengan pemanasan pada waktu dimasak, tetapi toksin yang dihasilkannya hanya dapat terurai jika dilakukan pemanasan selama beberapa jam, atau dipanaskan pada suhu 115°C selama 30 menit. Makanan yang dipanaskan pada suhu ini tentu saja akan berubah teksturnya dan mengalami kerusakan kandungan gizi yang relatif hebat.
Pseudomonas cocovenenans

Keracunan bongkrek adalah nama penyakit untuk jenis keracunan oleh bakteri ini. Pseudomonas cocovenenans sering mengkontaminasi tempe bongkrek. Tempe bongkrek terbuat dari ampas kelapa dan difermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Pada tempe yang gagal dan rapuh , disamping Rhizopus oligosporus biasanya tumbuh juga sejenis bakteri yang disebut Pseudomonas cocovenenans. Bakteri inilah yang menyebabkan terbentuknya toksin dalam tempe bongkrek dan berbahaya jika dikonsumsi manusia.

Penderita keracunan bongkrek ditandai dengan hipoglikemia, spasma/kejang, dan tidak sadar. Penderita hipoglikemia biasanya meninggal 4 hari setelah mengkonsumsi tempe bongkrek yang beracun.
Bahaya Kimia
Intoksikasi Pangan karena Bahan Alami

Keracunan pada pangan selain disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari tanah, air, udara, hewan dan manusia juga bisa berasal dari bahan alami yaitu dari hewan, tumbuhan dan bahan kimia. Racun berada dalam pangan secara alamiah karena racun tersebut adalah komponen dari pangan, contohnya jamur racun, singkong racun, ikan racun, jengkol, dan sebagainya.
Jamur Racun

Jamur racun adakalanya sukar dibedakan dengan jamur yang dapat dimakan sehingga orang yang tidak begitu mengetahui ciri-ciri tanaman jamur sering salah mengambil jamur beracun sehingga menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan kematian.

Beberapa jenis jamur beracun yang menyerupai jamur merang yaitu Amanita muscaria yang menghasilkan racun muskarin dan jamur Amanita phalloides yang menghasilkan racun phallin. Masa inkubasi relatif cepat antara 15 menit hingga 15 jam. Gejala keracunan jamur adalah sakit perut, timbul rasa haus, mual, muntah, diare, badan menjadi lemah, kadang-kadang diikuti dengan keluarnya air mata dan dapat berakhir dengan kematian.
Jengkol

Jengkol yang berasal dari tanaman asal Pithecolobium lobatum biasanya dikonsumsi dalam bentuk emping jengkol, sebagai lauk sayur jengkol dan sebagai lalap bentuk mentah. Jengkol dapat menimbulkan keracunan kalau dikonsumsi terlalu banyak. Jengkol mempunyai bau khas yang tidak sedap. Penyebab keracunan adalah asam jengkolat. Hablur asam jengkolat berbentuk jarum roset, mudah larut dalam larutan asam atau alkali, larut dalam air panas, sukar larut dalam air, sehingga dapat mengakibatkan penyumbatan pada saluran urine dan terganggunya fungsi ginjal.

Gejala keracunan jengkol ialah perut kembung, mual, kadang-kadang disertai dengan muntah dan tidak dapat buang air besar. Timbul rasa nyeri (kolik) didaerah pinggang atau sekitar pusar dan kadang-kadang disertai kejang. Urine sedikit, berbau khas jengkol, adakalanya berwarna merah bercampur putih seperti air cucian beras karena didalam urine terdapat sel darah merah dan sel darah putih dan pada keracunan jengkol berat tidak dapat kencing sama sekali karena saluran urine tersumbat oleh hablur asam jengkolat.
Singkong Racun

Penyebab keracunan pada singkong adalah asam sianida yang terdapat baik pada daun maupun umbi singkong. Asam sianida akan menghambat pengangkutan oksigen oleh sel darah merah. Gejala keracunan singkong seperti keracunan asam sianida pada umumnya yaitu mual, muntah, pusing, sukar bernafas sehingga harus menarik nafas dalam-dalam, denyut jantung cepat, kemudian pingsan dan dapat berakhir dengan kematian.
Ikan Beracun

Beberapa jenis ikan laut dan air tawar ternyata di dalam organ tubuhnya mengandung racun yang dapat menimbulkan kematian pada korban keracunan. Jenis ikan beracun yang terkenal adalah ikan buntel. Tubuh ikan buntel perutnya agak membulat tidak pipih, gigi rahangnya yang tumbuh berendeng menyatu dan hanya dipisahkan oleh celah kecil di tengah, sehingga tampak seperti bergigi empat. Penyebab keracunan pada ikan buntel adalah racun tetrodoksin dari golongan neurotoksin (menyerang syaraf) yang sangat beracun dan terdapat di dalam indung telur dan hati. Gejala keracunan timbul 30 menit hingga beberapa jam setelah makan ikan beracun berupa kesemutan di sekitar mulut, ibu jari, jari tangan dan jari kaki, dan sering diikuti dengan rasa kebal pada tungkai, nyeri pada sendi, rasa gatal, berkeringat, mual, muntah, otot lumpuh, pernafasan terganggu dan dapat berakhir dengan kematian.
Kerang, Udang Beracun

Kerang jenis tertentu diketahui mengandung racun yang menyerang syaraf (neurotoksin) dan racun ini tidak rusak oleh panas. Gejala keracunan yang akut timbul 5 hingga 30 menit setelah makan kerang atau dapat juga terjadi 24 – 48 jam setelah makan kerang atau udang yang diduga beracun. Keracunan kerang dapat dilihat dengan gejala kesemutan di sekitar mulut, mual, muntah, perut melilit, otot melemah, tubuh lumpuh dan dapat berakhir dengan kematian karena pernafasan terganggu.
Intoksikasi Pangan karena Logam Berat

Logam berat masuk ke dalam pangan karena proses pencemaran pada waktu penanaman, pemeliharaan, penyimpanan pasca panen dan pengolahan. Selain itu kontaminasi dapat juga terjadi melalui alat masak yang mengandung logam berbahaya dan mengalami pengikisan permukaan.
Keracunan Senyawa Merkuri (Hg)

Keracunan merkuri dapat terjadi karena pembuangan limbah industri yang mengandung merkuri ke laut atau sungai kemudian mencemari ikan dan sejenisnya yang hidup di air laut. Jika air sungai tersebut dijadikan sumber air minum tanpa pengolahan yang menghilangkan merkuri maka air tersebut dapat menimbulkan keracunan merkuri kronik. Keracunan merkuri dapat juga terjadi melalui penggunaan fungisida yang tidak sesuai dengan petunjuk penggunaan, sehingga mencemari bahan pangan seperti beras, daging, atau karena kekeliruan pemakaian fungisida, karena label tidak jelas.

Gejala keracunan merkuri adalah rasa terbakar pada mulut, rasa logam, banyak mengeluarkan air liur dan haus, sakit perut, muntah, cairan tinja mengandung darah, denyut nadi cepat tapi lemah, pucat, kelemahan kaki, penglihatan menurun, koma dan berakhir denga kematian.
Keracunan Tembaga

Logam tembaga dan kuningan dahulu banyak digunakan dalam wadah atau alat masak misalnya wajan, ketel, dan tangki minum. Apabila pangan yang mengandung asam atau berkarbonat diolah dalam wadah tembaga, sebagian logam tembaga akan terkikis dan larut dalam pangan sehingga dapat menimbulkan keracunan. Tembaga sebagai persenyawaan kimia dipakai pula dalam fungisida atau insektisida seperti tembaga oksiklorida dan tembaga sulfat, persenyawaan tersebut dapat menyebabkan keracunan apabila tercampur ke dalam pangan, karena penyemprotan yang tidak sesuai petunjuk sehingga meninggalkan residu yang banyak dalam pangan.

Masa inkubasi relatif cepat yaitu satu jam atau kurang. Gejala keracunan tembaga adalah sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah, rasa manis dan bau logam pada mulut, muntah, sakit perut, diare, kejang-kejang dan koma.
Keracunan Arsen

Arsen banyak digunakan sebagai bahan campuran insektisida, yaitu arsen pentoksida dicampur dengan kromium trioksida dan tembaga oksida. Arsen dapat menyebabkan keracunan karena penyimpanan atau penyemprotan insektisida yang tidak sesuai dengan petunjuk. Gejala keracunan arsen umumnya timbul ½ - 1 jam setelah keracunan arsen. Tetapi dapat pula terjadi dalam beberapa jam, terutama apabila keracunan melalui pangan. Gejala keracunan arsen adalah muntah, diare dan dapat berakhir dengan kematian.
Keracunan Seng

Alat masak yang terbuat dari seng atau besi yang dilapisi seng dapat menimbulkan keracunan karena logam seng terkikis dan larut dalam pangan. Masa inkubasi keracunan seng sekitar 1 jam. Gejala keracunan seng adalah sakit kepala, mengeluarkan air liur, haus, muntah dan diare.
Keracunan Antimon (Stibium)

Keracunan antimon dapat terjadi karena alat masak yang terbuat dari campuran logam yang mengandung logam antimon. Makanan yang mengandung asam dapat mengikis dan melarutkan antimon sehingga mengkontaminasi makanan. Masa inkubasinya beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang timbul akibat keracunan antimon adalah sakit kepala, muntah, kejang dan pingsan.
Keracunan Kadmium

Keracunan pangan dan minuman oleh senyawa kadmium terjadi karena wadah makanan yang permukaannya dilapisi kadmium terkikis dan larut ke dalam pangan. Masa inkubasinya 1 jam kurang. Gejala yang timbul akibat keracunan kadmium adalah pucat, muntah, kejang, pingsan dan dapat diakhiri dengan kematian.
Keracunan Fluorida

Keracunan fluorida dapat terjadi karena residu insektisida dalam bahan pangan akibat penyemprotan insektisida. Salah satu insektisia yang mengandung Na fluorida merupakan campuran asam borat, arsen pentoksida dihidrat, natrium dikromat dan natrium tetra borat pentahidrat. Masa inkubasi sekitar 1 jam atau kurang. Keracunan fluorida menimbulkan gejala pucat, muntah, kejang, pingsan dan berakhir dengan kematian.
Keracunan Sianida

Keracunan sianida dapat terjadi karena bahan pengkilap peralatan perak yang mengandung senyawa sianida dan menempel pada tangan yang dapat mencemari pangan sehingga menyebabkan keracunan. Masa inkubasi antara 35 menit sampai 6 jam. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan sianida adalah letih, keringat dingin, mual, muntah, diare, kemungkinan diakhiri dengan kematian.
Keracunan Timbal

Logam timbal digunakan dalam logam campuran seperti pada timah, solder sedangkan persenyawaannya banyak digunakan dalam insektisida untuk buah dan sayuran. Penggunaan alat masak yang mengandung timbal dapat menimbulkan keracunan, karena logam terkikis dan larut ke dalam pangan. Masa inkubasinya selama 30 menit. Gejala yang dapat ditimbulkan akibat keracunan timbal adalah sakit kepala, muntah dan kemungkinan kematian.
Keracunan Nitrit

Nitrit digunakan selain sebagai pengawet pada daging dan juga memberikan warna merah. Keracunan nitrit dapat terjadi karena penggunaan yang melewati batas maksimum penggunaan, salah pemakaian dan tercampur secara tidak sengaja karena kelalaian dan ketidaktahuan. Keracunan nitrit dapat dilihat dengan gejala penurunan tekanan darah yang tiba-tiba, mual, muntah, kedinginan, kejang bibir, dan ujung jari menjadi biru, kolaps, dan kematian.
Residu Pestisida

Pestisida banyak digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil panen tetapi dapat menimbulkan keracunan/pencemaran pada bahan pangan dan lingkungan hidup karena residu yang ditinggalkannya. Secara langsung maupun tidak langsung pestisida dapat mencemari karena terhisap melalui pernafasan atau tercerna bersama makanan dan air minum. Pencemaran terhadap air dapat terjadi karena sisa pestisida atau penyemprotan rawa-rawa atau sawah.

Gejala permulaan penderita nampak gelisah, sakit kepala, rasa lelah, kedutan otot dan kejang. Lebih lanjut dapat mengganggu sistem kerja otak karena bersifat neurotoksik.

AWAS KERACUNAN IKAN TONGKOL

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, untuk mengkonsumsi ikan perlu pengetahuan masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang sangat sesuai untuk pertumbuhan mikrobia pembusuk. Adapun kondisi lingkungan tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana prasarana.
Keracunan dapat timbul setelah beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan ikan tongkol. Gejalanya antara lain adalah rasa gatal atau terbakar di sekitar mulut, bibir bengkak, wajah kemerahan, berkeringat, mual, muntah, sakit kepala, jantung berdebar, pusing, atau bentol-bentol merah di badan. Gejala ini biasanya membaik sendiri dalam beberapa jam, atau bahkan beberapa hari. Pada kasus yang berat kadang-kadang diperlukan pemberian obat antihistamin atau obat dan tindakan medis lainnya.
Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi dan jika ikan tongkol ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh kontaminasi bakteri pathogen seperti Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish poisoning) karena ikan jenis ini mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase sehingga menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat pada anggota tubuh manusia yang tidak higienis, kotoran/tinja, isi perut ikan serta peralatan yang tidak bersih.
Kasus-kasus keracunan akibat mengkonsumsi ikan masih sering terjadi. Untuk itu upaya penanganan ikan tongkol selama penyimpanan dengan penerapan teknologi tepat guna berupa penyiangan isi perut dan insang serta penyimpanan pada suhu rendah perlu dilakukan.
Peningkatan keamanan ikan tongkol (Auxis tharzard, Lac) dengan penerapan teknologi tepat guna ditinjau dari mutu kimiawi, mikrobiologis dan organoleptik yang terbaik diperoleh pada perlakuan penyiangan dan suhu penyimpanan 0oC, kemudian berturut-turut diikuti oleh tanpa penyiangan dan suhu penyimpanan 0oC, penyiangan dan suhu penyimpanan 15oC, tanpa penyiangan dan suhu penyimpanan 15oC, penyiangan dan suhu penyimpanan 30oC serta tanpa penyiangan dan suhu penyimpanan 30oC.
Temuan baru pada penelitian ini adalah penyiangan dan tanpa penyiangan dengan suhu penyimpanan 0oC mampu memperpanjang waktu simpan dan aman untuk dikonsumsi sampai hari ke 10, dibandingkan dengan penyiangan dan suhu penyimpanan 15oC sampai di bawah 6 hari, berikutnya tanpa penyiangan dan suhu penyimpanan 15oC di bawah 4 hari, kemudian penyiangan dan tanpa penyiangan dengan suhu penyimpanan 30oC hanya aman sampai di bawah 1 hari.
Hubungan sangat kuat dan signifikan antara kadar histamin dengan kadar TVB; kadar TMA; jumlah bakteri; jumlah bakteri Coliform; kenampakan; bau; tekstur, sedangkan kadar histamin dengan waktu (hari) memikili hubungan agak lemah, namun masih signifikan.

Sumber Pustaka
I G. Suranaya Pandit, N. T. Suryadhi, I. B. dan Arka, N. Adiputra dalam Penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penyiangan dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu, Kimiawi, Mikrobiologis dan Organoleptik Ikan Tongkol (Auxis tharzard,Lac)

Minggu, 19 Oktober 2008

Bakteri Patogen

Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit asal dan melalui pangan (foodborne disease) dan kejadian-kejadian pencemaran pangan terjadi di berbagai negara, tidak hanya di negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Hal inilah yang menarik perhatian dunia internasional. Penyakit-penyakit yang berasal dari pangan diperkirakan menimpa satu dari tiga orang di negara maju. Di negara sedang berkembang, penyakit diare diperkirakan merupakan penyebab kematian utama sebanyak 2.2 juta anak. Penyakit ini memberi kontribusi yang nyata pada masalah kekurangan gizi dan respon kekebalan yang tertekan yang umum dialami anak-anak di negara berkembang. Penyakit-penyakit diare yang timbul terutama disebabkan oleh patogen asal pangan dan asal air (waterborne), dengan penyebab yang dipindahkan melalui pangan mencapai 70%.

Bahaya dalam pangan dapat dikategorikan dalam tiga golongan yaitu bahaya fisik berupa kontaminasi pangan oleh kotoran-kotoran seperti batu, kerikil, potongan logam dan potongan tubuh serangga, bahaya kimia seperti kontaminasi pangan oleh logam berat dan residu pestisida, dan bahaya biologi yang contohnya kontaminasi oleh mikroba patogen. Berikut ini akan diuraikan bahaya mikrobiologis pada pangan.

Bacillus cereus

Bacillus-cereus

Bacillus-cereus

Keracunan pangan yang diakibatkan oleh Bacillus sp ditunjukkan dari gejala diare, kejang (kram) perut, dan muntah. Bakteri yang telah diisolasi dari baso adalah B. peptonificans yang menyerupai B. cereus. B. cereus menyebabkan dua jenis penyakit yang dibedakan atas waktu timbulnya gejala dan sindroma penyakit. Penyakit pertama, waktu timbulnya gejala penyakit relatif lambat dengan sindroma diare, sedangkan pada penyakit yang kedua, gejala cepat timbul dengan sindroma emetik.

Bacillus merupakan bakteri Gram-positif, aerobik, batang pembentuk spora, kadang-kadang memperlihatkan reaksi Gram-negatif. B. cereus merupakan bakteri fakultatif anaerob dengan ukuran sel-sel vegetatif sekitar 1.0  x 3.0 – 5.0  dalam bentuk rantai. Sebagian galur bersifat psikrotrofik (tumbuh pada 4-5oC) tetapi tidak pada 30-35oC. Galur lain bersifat mesofilik dan dapat tumbuh antara 15 oC dan 50 atau 55 oC, sedangkan suhu optimum pertumbuhan berkisar: 30 - 40 oC. Umumnya tidak tumbuh pada pH 4.8 dalam media yang diasamkan dengan HCl atau pH 5.6 dalam media yang diasamkan dengan asam laktat. Tidak akan tumbuh pada aw 0.92 – 0.93 dengan NaCl sebagai humektan. Asam sorbat 0.26% pada pH 5.5 dan kalium sorbat 0.39% pada pH 6.6 menghambat pertumbuhannya. Penambahan 0.2% kalsium propionat pada adonan roti dapat menghambat germinasi organisme. Makanan yang akan disimpan harus didinginkan dengan cepat sampai suhu <10oc>

Bacillus anthracis

Bacillus-anthracis

Bacillus-anthracis

Genus Bacillus terdiri dari banyak jenis, mereka bisa membentuk spora dan bersifat aerobik. Jenis bakteri ini terdapat pada tanah, air, udara dan tumbuhan beberapa contohnya diantaranya Bacillus cereus dan B. subtilis. Tetapi diantara jenis Bacillus, B. anthracis ialah bakteri yang bersifat pathogen. Bakteri ini bersifat aerob dan non-motil merupakan bakteri pertama yang terbukti sebagai agen penyebab penyakit antrax yang mematikan. Antrax memang awalnya menyerang hewan, namun karena sifat sporanya yang tahan pada situasi yang kurang menguntungkan maka apabila daging hewan ternak yang terserang antrax tidak diproses dengan benar maka spora antrax akan tetap ada dan akan hidup pada manusia yang memakannya. Proses infeksinya bisa melalui 3 cara, melalui kulit, pernafasan, dan gastrointestinal. Spora antrax dapat tahan hidup di tanah selama sepuluh tahun, manusia biasanya terinfeksi karena menghirup spora antrax.

Jenis Makanan yang Mudah Ditumbuhi Bacillus anthracis
Makanan yang berasal dari produk hewani terutama daging yang pemasakannya tidak sempurna, dan diduga hewan tersebut telah terkontaminasi spora antrax.

Cara Pencegahan agar tidak Terkontaminasi Bacillus anthracis:
Tentunya yang paling penting adalah segala tindakan pencegahan, seperti menghindari daging hewan tertular dan mungkin juga pencegahan munculnya terorisme. Juga dengan memasak dengan benar daging yang hendak kita konsumsi.

Campylobacter jejuni

Campilobacter-jejuni

Campilobacter-jejuni

Bakteri bersifat obligat mikroaerofilik (optimum pada 5% O2), Gram-negatif, sel-sel berbentuk spiral dan motil. Bersifat oksidase positif, katalase positif, dan nilai pH optimum pertumbuhan bakteri adalah 6,5 – 7,5. Adanya oksigen akan meningkatkan kematian. Menyebabkan aborsi, infertilitas, penyebab enteritis dan bakteremia akut pada manusia. Bakteri mempunyai antigen O yang stabil panas. Terdapat 3 spesies Campylobacter yaitu C. jejuni, C. coli, C. laridis.
Gejala yang ditimbulkan adalah sakit perut, demam (kadang-kadang > 40oC), dan diare, kadang-kadang diikuti muntah-muntah, diare berair, kadang-kadang berdarah. Pada gejala mirip disentri, darah segar, mukus dan leukosit ditemukan pada tinja. Periode inkubasi sekitar 2 – 7 hari dan penyakit biasanya berlangsung pada periode yang sama. Diare umumnya bersifat self-limiting (sembuh tanpa pengobatan). Organisme dikeluarkan dalam feses (tinja) selama beberapa minggu. Kotoran ternak merupakan sumber kontaminasi selama pemerahan. Sumber kontaminasi lain adalah infeksi puting susu oleh 104 C. jejuni/ml susu. Konsumsi unggas yang kurang masak merupakan penyebab keracunan. Karkas daging sapi umumnya lebih sedikit terkontaminasi. Mikroba ini peka terhadap udara, pengeringan dan panas.
C. jejuni peka terhadap panas dengan nilai D dalam susu skim, pada suhu 48oC adalah 7,2 – 12,8 menit, pada suhu 55oC adalah 0,6 – 2,3 menit, tidak tahan terhadap suhu pemasakan atau pasteurisasi. Pemasakan daging giling yang mengandung 106 C. jejuni/g dengan suhu internal 60oC selama 10 menit, bakteri sudah tidak terdeteksi. Nilai D pada suhu 60oC pada daging adalah kurang dari 1. Secara umum, bakteri ini tahan hidup dalam makanan yang disimpan dingin, tetapi sangat rentan terhadap pembekuan. C. jejuni dapat hidup sampai 4 minggu dalam air sungai pada suhu 4oC. Air yang tidak diklorinasi atau air mentah merupakan penyebab kampilobakter enteritis pada manusia. Bakteri bersifat peka terhadap NaCl, dimana 2% NaCl pada suhu 42oC sudah bersifat bakterisidal. C. jejuni umumnya peka terhadap pengeringan dan penyimpanan suhu kamar. Destruksi oleh klorin 38 – 95% sel masih mampu membentuk koloni pada agar darah dan pada pH 6 lebih efektif daripada pH 8. Klorinasi yang tepat pada air minum merupakan CCP (titik kendali kritis) dalam mencegah infeksi oleh Campylobakter asal air. Pasteurisasi ditetapkan sebagai CCP dalam mencegah infeksi pada manusia melalui susu. Pemasakan pada suhu 55-60oC dapat menghancurkan Campylobacter.

Clostridium botulinum

Clostridium-botulinum

Clostridium-botulinum

Sejak tahun 1793 telah dilaporkan penyebab penyakit dan kematian oleh konsumsi sosis (“botulus”) dan penyakitnya disebut botulisme. Toksinnya bersifat tidak tahan panas (80oC, 10’), tetapi sangat toksik (10-8 g mengakibatkan kematian). Sifat-sifat mikrobanya adalah Gram positif, motil (flagela peritrichous), anaerobik obligat, berbentuk batang (2 – 10 m) dengan spora berbentuk oval. Botulisme pada manusia disebabkan oleh tipe A, B, E. Pertumbuhan pada pH minimum adalah 4.7, penting untuk industri pengalengan.

Gejala dikelompokkan menjadi botulisme asal makanan (foodborne), botulisme pada bayi dan botulisme yang menimbulkan luka. Gejala botulisme pada makanan dapat muncul beberapa jam atau beberapa hari seperti lemas, fatig, vertigo, pandangan buram, kesulitan berbicara dan menelan akibat sarafnya terserang dan gagal bernapas yang dapat menimbulkan kematian. Pada botulisme tipe E, menimbulkan mual dan muntah-muntah dan mortalitas rendah.
Botulisme pada bayi, menyerang bayi kurang dari 12 bulan akibat menelan spora C. botulinum, bergerminasi, tumbuh dan memproduksi toksin sambil mengkolonisasi alat pencernaan. Madu diduga merupakan sumber spora dan tidak direkomendasikan untuk bayi kurang dari 9-12 bulan. Kasus botulisme bayi disebabkan oleh galur C. barati penghasil BoNT tipe F dan C. butyricum penghasil BoNT tipe E. Jumlah sel C. botulinum dalam tinja dapat meningkat 103 – 108/g sebelum timbul gejala klinis. Mikroflora perut bayi tidak mampu mencegah kolonisasi C. botulinum, bila telah dewasa hal ini jarang terjadi.

Spora dari semua tipe dan toksinnya toleran terhadap pembekuan. Grup I (proteolitik) dan II (non-proteolitik, sakarolitik) paling penting dalam penyimpanan makanan. Grup I mempunyai suhu pertumbuhan optimum antara 35 dan 40oC. Grup II mempunyai suhu optimum pertumbuhan 28-30oC. Pertumbuhan dan produksi toksin dilaporkan dapat berlangsung di bawah suhu penjualan makanan dingin.

Toksin dari semua tipe cepat inaktif pada suhu 75-80oC. Grup I mempunyai ketahanan panas yang tinggi. Oleh karena itu perlu diterapkan botulinum cook atau “proses 12D” untuk makanan kaleng berasam rendah. Spora-spora Grup II dikenal kurang tahan panas dibandingkan galur Grup -I.

Spora-spora dan toksin C. botulinum tahan terhadap radiasi ionisasi. Umumnya Grup I tidak dapat tumbuh bila konsentrasi garam lebih dari 10% (aw 0.9353); sedangkan Grup II tidak tumbuh bila lebih dari 5% (aw 0.9707). Semua galur tumbuh dan memproduksi toksin pada pH 5.2 di bawah kondisi optimum. Grup I tumbuh lambat pada pH serendah 4.6, dikenal sebagai titik batas pemisahan untuk makanan asam atau yang diasamkan, sedangkan pada pH di bawah 4.6 tidak mampu tumbuh. Galur Grup II tidak mampu tumbuh pada pH 5.0 atau di bawahnya.
Kiuring daging dengan penggaraman dapat mengendalikan pertumbuhan C. botulinum. Disarankan untuk mengurangi natrium nitrit yang berfungsi sebagai pembentuk flavor dan warna, serta antimikroba, karena dikhawatirkan membentuk senyawa nitrosamin. Sebagai pengganti dapat digunakan sorbat, polifosfat, antioksidan, nisin, paraben dan natrium laktat. Beberapa bakteri asam laktat yang memproduksi bakteriosin mampu menghambat C. botulinum.
Sumber kontaminasi utama C. botulinum pada makanan adalah tanah terutama sayuran (tanaman akar). Keracunan tipe A (botulisme) terjadi karena konsumsi salad kentang yang sudah dimasak, disimpan beberapa hari pada suhu kamar dengan kondisi anaerobik.

Clostridium perfringens

Clostridium perfringens adalah bakteri Gram positif, batang anaerobik (mikroaerofilik) dan non-motil. Spora diproduksi segera dalam usus, memproduksi kapsul, memfermentasi laktosa, mereduksi nitrat dan mempunyai aktivitas lesitinase (aktivitas -toksin). Gejala penyakit yang timbul meliputi sakit perut, mual dan diare akut, 8-24 jam setelah menelan sejumlah besar organisme. Penyakit berlangsung singkat, sembuh sendiri (self limiting), dan pulih dalam waktu 24-48 jam.

Clostridium-perfringens

Clostridium-perfringens

C. perfringens dikelompokkan dalam lima tipe (A - E) sesuai dengan eksotoksin yang diproduksi; Tipe A, C dan D bersifat patogen untuk manusia. Tipe A dan C merupakan penyebab diare akut. Galur-galur tipe A menyebabkan gas gangren, radang usus besar, demam daerah perifer (tangan dan kaki) dan peradangan menyeluruh (septikemia).
Enterotoksin dari tipe A dan C diproduksi dalam jumlah yang cukup besar hanya dalam usus. Produksi enterotoksin umumnya diduga dihasilkan dari lisis sel-sel yang bersporulasi dalam usus. Toksin bersifat labil panas, inaktif pada 60oC dengan nilai D90 adalah 4 menit. Suhu optimum C. perfringens 43 – 47oC. Pangan yang diberi garam (kiuring) dapat mencegah spora bergerminasi dan sel-sel vegetatif tidak mampu tumbuh. Nilai pH minimum adalah 5.0; dan pH optimum 6.0 – 7.5, sedangkan aw minimum adalah 0.95 – 0.97. Spora tahan terhadap radiasi gama, nilai D sebesar 1,2 – 3,4 kGy bila diiradiasi dalam air. Irradiasi sebelum pemanasan (0-7kGy) menyebabkan spora lebih peka terhadap pemanasan.

Makanan pembawa adalah daging sapi dan daging ayam masak yang disimpan pada suhu kamar dengan waktu pendinginan yang lama. Spora bertahan hidup pada celah-celah dan lubang pada bagian dalam dan terperangkap dalam kondisi anaerobik di dalam gulungan daging. Spora bergerminasi setelah ada kejutan panas untuk aktivasi. Sayuran dan ikan merupakan makanan pembawa. Makanan lain yang mungkin terkontaminasi adalah unggas, ikan, sayuran, produk susu, makanan kering, sup, gravies, rempah-rempah, gelatin, spageti, pasta, tepung, protein kedele, roti, cake, meat pies serta daging sapi dan unggas masak. Sejumlah besar sel-sel vegetatif harus tertelan agar sel-sel tetap hidup setelah melalui daerah asam dalam perut.
Tindakan pengendalian yang efektif adalah dengan pendinginan relatif cepat melalui kisaran 55 – 15oC dan pemanasan kembali produk pada suhu di atas 70oC segera sebelum konsumsi. Setelah pemanasan, produk harus didinginkan dari 55 sampai 15oC secepat mungkin. Sebagai pedoman, peraturan di Amerika Serikat mensyaratkan suhu internal produk tidak berada diantara 54.4oC dan 26.7oC selama lebih dari 1.5 jam atau antara 26.7 dan 4.4oC selama lebih dari 5 jam. Bila daging dimasak, pendinginan harus dimulai dalam waktu 90 menit pada akhir siklus pemasakan dan produk harus didinginkan dari 48oC sampai 12.7oC dalam waktu kurang dari 6 jam. Pendinginan harus dilanjutkan untuk transportasi sampai mencapai suhu 4.4oC.

Escherichia coli

Bakteri ini secara normal (komensal) terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok yaitu nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan E. coli penghasil verotoksin (VTEC). Istilah lain juga digunakan untuk VTEC seperti E. coli penghasil toksin mirip-Shiga (SLTEC) dan E. coli penghasil toksin Shiga (STEC). Istilah enterohemoragik E. coli (EHEC) digunakan untuk galur-galur yang menyebabkan diare berdarah. EHEC mempunyai faktor virulen disamping produksi sitotoksin Vero, yang penting dalam menimbulkan penyakit yang berat pada manusia.

Escherechia coli

Escherechia coli

Enteropatogenik E. coli bersifat spesifik terhadap inang (host) dan menyebabkan diare tanpa darah. Enterohemoragik E. coli (O157:H7) menyebabkan hemoragik dan diare berdarah, enteroinvasif E.coli (EIEC) menyebabkan diare berdarah dengan gejala mirip disentri (Shigella), sedangkan enterotoksigenik E. coli (ETEC) menyebabkan diare pada bayi (infantile diarrhea) dan diare pada orang yang sedang bepergian dengan gejala mirip kolera.
Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tetapi EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan bayi dan anak-anak di bawah usia 3 tahun. Grup EIEC menyebabkan diare yang secara klinis sering menyerupai diare basiler, yang disebabkan oleh Shigella. Awalnya diare bersifat akut dan berair, disertai demam dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja yang berdarah dan mukoid. Tidak semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga darah tidak selalu terdeteksi dalam tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan berkembang biak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel yang terinfeksi mengalami lisis.
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi ETEC merupakan diare berair dengan kejang perut, demam, malaise dan muntah. Dalam bentuk yang sangat berat, infeksi oleh galur ETEC dapat menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare yang disebabkan oleh Vibrio cholerae, yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab utama diare pada bayi di negara kurang berkembang dan juga diare pada orang yang sedang mengadakan perjalanan dari daerah beriklim musim dengan standar higiene baik ke daerah-daerah tropis dengan standar higiene yang lebih rendah.
VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tetapi paling umum pada anak-anak

E. coli enteroagregatif dikaitkan dengan diare yang terjadi di negara berkembang. Diare berlangsung selama 14 hari dan biasanya berair dengan gejala muntah-muntah, dehidrasi, dan sakit perut. Diare berdarah dan demam timbul pada anak-anak yang terinfeksi oleh EaggEC. Diare yang terkait dengan DAEC dicirikan dengan kotoran yang berair dan mengandung mukus dengan demam dan muntah-muntah.

Sumber EPEC, EIEC, dan ETEC adalah manusia. Kontaminasi makanan berasal dari karyawan pengelola pangan atau dari kontak dengan air yang mengandung buangan manusia. Infeksi orang dewasa sehat memerlukan dosis paling sedikit 108 sel baik melalui pangan atau air yang tercemar. Sumber utama organisme VTEC terdapat pada alat pencernaan dari usus sapi dan hewan lain.

Galur-galur VTEC telah diisolasi dari daging sapi dan olahannya seperti sosis, beefburger dan daging giling, demikian pula pada daging unggas dan hasil laut. Di Amerika Selatan, VTEC O157 ditemukan pada daging sapi, babi, domba dan unggas. dan di Amerika dari daging (patties) hamburger dan daging sapi giling.

Susu tanpa pasteurisasi merupakan pembawa infeksi yang penting. Pada tahun 1994 di Skotlandia terjadi keracunan dari susu yang dipanaskan dari susu lokal. VTEC O157 berasal dari pipa yang membawa susu dari peralatan pasteurisasi dan karet dari mesin pembotolan.
VTEC O157 hidup baik dalam makanan yang dibekukan dan disimpan beku. Dalam daging sapi (beef patties) beku pada suhu -80oC dan penyimpanan pada -20oC, terjadi sedikit perubahan dalam jumlah VTEC O157 setelah 9 bulan, dan 50% diantaranya hidup dalam daging ayam giling beku yang disimpan pada –20OC selama 18 bulan. NaCl dan natrium laktat menurunkan ketahanan hidup VTEC O157 selama pembekuan tetapi tidak menghilangkannya setelah 18 bulan. Kadar NaCl 8% (b/v) atau lebih tinggi menghambat pertumbuhan. Pertumbuhan VTEC O157 dalam makanan pada suhu 120C dan 8oC pada saider apel tetap terjadi sehingga dapat membahayakan konsumen.

VTEC serotipe O22:H8 diidentifikasi di Jerman pada pasien dengan HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) dan dalam susu dari rumah pasien dan susu yang dipasok. Letusan gastroenteritis dan diare berdarah di Montana dihubungkan dengan galur E. coli yang memproduksi VT2.
Pada tahun 1994, salami yang dikiuring kering merupakan sumber VTEC O157 dalam suatu letusan di Amerika. Pada saat yang sama, sosis mettwurst yang tercemar dengan VTEC O111 juga menyebabkan letusan di Australia. VTEC bertahan hidup selama fermentasi dan proses pengeringan. Letusan infeksi E. coli diaregenik yang melibatkan keju sebagai pembawa infeksi menunjukkan bahwa galur-galur ini tetap hidup selama fermentasi dan pembuatan keju. Galur-galur E.coli dapat tumbuh di dalam miselia Penicillium camemberti selama pemeraman keju pada suhu 10oC. Hal ini menunjukkan bahwa kontaminasi silang permukaan keju dapat menyebabkan produk membahayakan kesehatan konsumen.

VTEC O157 tidak mempunyai ketahanan panas khusus, nilai D pada 62.8oC adalah 24 detik. Susu yang tercemar setelah pasteurisasi dan mendapat pemanasan ringan dapat mengandung VTEC O157 dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan infeksi. Ketahanan panas ini lebih tinggi dalam daging giling berlemak daripada tanpa lemak. Pada keju cottage, walaupun VTEC O157 tumbuh selama proses pembuatan, bakteri akan mati bila curd dimasak pada suhu 57oC selama 90 menit. Dosis radiasi sebesar 2.5 kGy akan membunuh VTEC O157 sebanyak 108.1 per gram daging sapi giling.

Penghilangan VTEC dengan pemanasan merupakan salah satu titik kendali utama dalam rantai makanan. Untuk menghancurkan VTEC O157 dalam burger daging sapi disarankan untuk memasak dan mempertahankan suhu 70oC selama 2 menit sampai jus tidak keluar dan tidak ada potongan yang berwarna merah muda di dalamnya. Air yang tidak diklorinasi sebaiknya tidak digunakan untuk pembersihan peralatan dan permukaan yang kontak dengan makanan atau untuk pembersihan atau pendinginan unit-unit produksi pangan komersial.

Listeria monocytogenes

listeria monocytogenes

listeria monocytogenes

Bakteri ini termasuk kelompok Gram positif, batang pendek, tidak membentuk spora, katalase positif, dan fakultatif anaerobik. Kadang-kadang berbentuk bulat, panjang 10 m. Motil pada suhu 25oC, non-motil pada 35oC. Koloni mempunyai penampakan abu-abu kebiruan. Terdapat 8 spesies, spesies terpenting penyebab infeksi manusia adalah Listeria monocytogenes.
Sepertiga infeksi manusia adalah perinatal, melibatkan wanita hamil, bayi dalam kandungan atau baru lahir. Duapertiga infeksi terjadi pada orang dewasa tidak hamil. Kebanyakan infeksi listeriosis terjadi pada orang yang daya tahannya menurun karena umur, kondisi seperti kanker, transplantasi organ, pemakai kortikosteroid, atau AIDS (acquired immunity deficiency syndrome). Gejala hanya demam ringan tanpa atau dengan gastroenteritis atau gejala mirip-flu, tetapi akibatnya pada janin atau bayi baru lahir dapat fatal. Gejala paling umum adalah septikemia, kadang-kadang disertai meningitis, juga terlihat luka pada kulit. Kebanyakan listeriosis disebabkan karena infeksi melalui makanan; tetapi luka pada kulit dapat sebagai penyebar mikroba.

Batas tumbuh bakteri adalah pada aw 0.92 – 0.93. Tahan hidup 40 hari penyimpanan pada suhu 25oC dalam hasil laut dengan kadar air rendah (2.0 – 2.35%). Kisaran pH pertumbuhan bakteri cukup luas yaitu 9.2 (maks) dan terendah 4.6 – 5.0. Desinfektan yang efektif menghilangkan L. monocytogenes adalah natrium hipoklorit, yodium, peroksida, amonium kuaterner. Dekontaminasi pada sayuran minimum pada konsentrasi klorin 200 ppm.

Bakteri dapat hidup baik beberapa minggu pada suhu –18oC dalam berbagai ragam makanan. Penyimpanan beku (-18 sampai –198oC) selama 1 bulan tidak banyak mematikan bakteri. Pada ikan dan udang yang dikemas vakum dalam es selama 21 hari, jumlah bakteri tidak meningkat dan pada –20oC jumlahnya menurun 10 x dalam 3 bulan. Bakteri dapat bertahan hidup dan tumbuh pada suhu –1 – 50oC. Pemanasan microwave daging ayam sampai 70oC dan pemasakan daging sapi sampai “medium” cukup mematikan L. monocytogenes.
Bakteri tahan terhadap iradiasi gama seperti bakteri Gram positif lain dengan nilai D beragam dari 0.34 – 0.5 kGy dalam broth sampai 0.51 – 1.0 kGy dalam daging cincang. Dosis 3 kGy tidak cukup menghilangkan bakteri dari daging kemas vakum.

Pseudomonas cocovenenans

P. cocovenenans berbentuk lurus atau sedikit melengkung, Gram-negatif, katalase-positif, batang oksidase-negatif, yang bersifat motil dengan menggunakan satu dari beberapa flagela polar. Bakteri ini tumbuh aerobik. Suhu optimum pertumbuhan adalah 30oC dan tidak tumbuh pada suhu 4, 10 atau 45oC. Pada kondisi asam, pertumbuhan tidak berlangsung baik.
P. cocovenenas memproduksi dua senyawa beracun dalam tempe bongkrek yaitu asam bongkrek (tidak berwarna) dan toksoflavin (kuning). Gejala tipikel dari keracunan bongkrek setelah periode 4 – 6 jam adalah sakit perut, keringat berlebihan, lelah dan mual, yang selanjutnya dapat menyebabkan koma yang kadang-kadang mengakibatkan kematian. Beberapa gram tempe bongkrek beracun bahkan setelah dimasak dalam sup atau digoreng dengan minyak, sudah cukup untuk membunuh manusia. Asam bongkrek (asam 3-karboksi-metil-17-metoksi-6, 18, 21-trimetil-dokosa-2, 4, 8, 1-2, 14, 18, 20-heptana dioat sangat tahan panas bila dilarutkan dalam minyak kelapa dan lebih toksik dari toksoflavin. Asam ini dapat mematikan pada dosis 2 mg/100 g berat badan dan dapat mempunyai aktivitas kumulatif.

Salmonella sp.

Salmonela sp

Salmonela sp

S. typhimurium merupakan serovar utama penyebab penyakit manusia sebelum tahun 1985. Saat ini, dominasinya didekati oleh S. enteritidis yang muncul di banyak negara. Untuk dapat menimbulkan penyakit, diperlukan sejumlah besar (105 sampai 107) Salmonella asal pangan. Akan tetapi, bukti lebih baru menunjukkan bahwa satu sel dapat menjadi dosis infektif manusia. Salmonella sp. merupakan bakteri batang Gram negatif, anaerobik fakultatif, bersifat motil dengan flagela peritrikus kecuali S. pullorum dan S. gallinarum, yang tidak memiliki flagela. Salmonella tumbuh optimum pada suhu 35oC sampai 37oC, memecah berbagai jenis karbohidrat menjadi asam dan gas, dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, memproduksi H2S, dan mendekarboksilasi lisin dan ornitin masing-masing menjadi kadaverin dan putresin. Mikroba ini bersifat oksidase negatif dan katalase positif.

Gejala penyakit yang ditimbulkan oleh salmonelosis manusia adalah demam enterik setelah infeksi oleh galur-galur tifus atau paratifus atau gastroenteritis/kolitis nontifus yang dapat berlanjut menjadi infeksi sistemik yang lebih serius. Manusia terutama peka terhadap infeksi oleh S. typhi dan S. paratyphi A, B, dan C, karena kemampuan galur-galur ini untuk menyerang dan berkembang biak dalam jaringan sel inang. Gejala klinis muncul 7 sampai 28 hari setelah pemaparan. Gejala klinis dapat berupa diare berair, atau jarang, sembelit (konstipasi), demam, sakit perut, pusing, mual, lesu, dan bercak-bercak merah di pundak, toraks, atau perut. Komplikasi demam enterik meliputi pendarahan usus atau perforasi usus. Gejala salmonelosis nontifus adalah mual, kejang perut, diare dengan air dan darah, demam singkat (<>

Susu mentah merupakan sumber Salmonella yang utama dalam industri pengolahan susu. Penyimpanan dingin susu mentah yang terlalu lama di peternakan atau di silo industri juga akan mendukung perkembang biakan Salmonella psikrotrofik. S. typhimurium tumbuh lambat pada suhu 8 dan 12oC. Salmonella dapat berkembang biak pada permukaan buah seperti tomat dan melon serta pada sayuran segar yang secara manual atau mekanis dibasahi selama penjualan pada suhu kamar. Produk segar yang akan dikonsumsi mentah harus selalu dibilas dengan baik menggunakan air minum.

Potensi bertahan hidupnya Salmonella di bawah kondisi lingkungan ekstrim merupakan perhatian utama dalam kesehatan masyarakat. Salmonella dapat tetap hidup dalam es krim dan siput mentah yang disimpan selama bertahun-tahun pada -20 oC atau lebih rendah. Salmonella dapat bertahan hidup pada lingkungan pH rendah seperti pada pangan yang diasamkan secara alami, ditambahkan asam, dan difermentasi. Beberapa galur Salmonella dapat inaktif dalam beberapa jam dalam pikel pH 2.8, tetapi tetap hidup dalam saus berpH 3.6.
Perlakuan kimia seperti peroksida, beta-propiolakton, etilen dan propilen oksida, dapat mengendalikan salmonelosis, tetapi penggunaan bahan-bahan ini dapat menginduksi terjadinya penyimpangan citarasa (off-flavor). Bahan kimia lain yang dapat digunakan adalah senyawa amonium kuaterner, asam sorbat, natrium nitrit, antibiotika dan klorin. Pada ayam, penyemprotan dilakukan dengan klorin 200 ppm.

Salmonella cukup peka terhadap iradiasi, pada dosis 0.36 – 0.54 Mrad dapat mereduksi sebanyak 107 dari 18 galur Salmonella dalam telur beku (utuh). Tetapi iradiasi tidak efektif dalam menghancurkan toksin bakteri yang sudah terbentuk lebih dahulu.
Panas paling efektif dan paling banyak digunakan untuk mereduksi Salmonella aplikasinya pada suhu 70 – 75oC selama 3 – 7 menit, atau 66oC , 12 menit, atau 60oC selama 78 – 83 menit.

Shigella sp.

Shigella sp

Shigella sp

Shigella merupakan penyebab disentri basiler yang ditemukan oleh ahli mikrobiologi Jepang Kiyoshi Shiga pada tahun 1898. Terdapat 4 spesies yaitu Sh. dysenteriae yang umum terjadi di negara tropis (berat), Sh. flexneri, Sh. boydii (sedang) dan Sh. sonnei (ringan). Shigella termasuk anggota famili Enterobacteriaceae. Bakteri bersifat nonmotil, tidak membentuk spora, berbentuk batang Gram negatif, katalase positif, oksidase negatif, dan fakultatif anaerob. Produksi asam tanpa gas dari glukosa, bersifat mesofil dengan suhu pertumbuhan antara 10 – 45oC, pH optimum 6 – 8 dan peka terhadap panas.

Shigella menyebabkan disentri basiler pada manusia dan primata. Dosis infeksi rendah, sekitar 10-100 organisme. Periode inkubasi beragam dari 7 jam sampai 7 hari walaupun KLB asal pangan umumnya dicirikan dengan periode inkubasi yang lebih singkat sampai 36 jam. Gejala yang timbul meliputi sakit perut, muntah, demam, diare berdarah, yang menyertai diare yang dapat berkisar dari gejala disentri klasik tinja berdarah, dalam kasus Sh. dysenteriae, Sh. flexneri, Sh. boydii sampai diare berair dengan Sh. sonnei. Penyakit berlangsung selama 3 hari sampai 14 hari dalam sebagian kasus dan tahap kerier (pembawa penyakit) dapat berlangsung selama beberapa bulan. Bentuk penyakit yang lebih ringan bersifat sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan, tetapi infeksi Sh. dysenteriae sering memerlukan penggantian cairan dan elektrolit serta terapi antibiotik.

Kasus shigelosis asal pangan dikenal tidak umum, dengan kisaran inang yang lebih terbatas, sehingga masalah penyakit asal pangan relatif kurang nyata dibanding salmonelosis. Dalam kasus asal pangan umumnya melibatkan kerier manusia yang mempersiapkan makanan.

Staphylococcus aureus

Staphilococcus aureus

Staphilococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram-positif, berbentuk kokus (diameter 1 mikron), bersifat katalase positif dan anaerob fakultatif. Bakteri ini termasuk mesofil dengan suhu pertumbuhan berkisar antara 7- 48oC, dan suhu optimum 35 – 40oC. Nilai ketahanan panasnya adalah D62 20-65 detik dan D72 4.1 detik dalam susu. Nilai pH optimum adalah 6 – 7, pH minimum 4.0, dan pH maksimum 9.8 – 10. Bakteri ini memproduksi enterotoksin, serta toleran terhadap garam dan aw rendah. Dapat tumbuh baik pada 5 – 7% NaCl dan ada yang mampu tumbuh sampai 20% NaCl. Dapat tumbuh pada aw 0.83 dan pH 20 jam) dan tumbuh lambat. S. aureus segera terbunuh oleh iradiasi. Enterotoksin sangat tahan terhadap iradiasi gama dan tidak akan hancur oleh dosis yang umumnya diterapkan pada makanan. Bakteri ini tahan garam dan tumbuh pada aktivitas air serendah 0.85 (kadar garam 25% w/w).

Vibrio

Vibrio cholerae

Vibrio cholerae

Vibrio adalah bakteri Gram-negatif pleomorfik (bentuk kurva atau lurus), batang pendek, motil dengan flagela polar. Sel-sel bersifat katalase dan oksidase-positif, serta anaerobik fakultatif. Natrium klorida merangsang pertumbuhan semua jenis Vibrio dan merupakan persyaratan obligat untuk sebagian jenis. Kadar optimum untuk pertumbuhan spesies yang penting secara klinis adalah 1– 3%. V. parahaemolyticus tumbuh optimum pada NaCl 3 % dan akan tumbuh pada konsentrasi antara 0.5 dan 8%. Minimum aw untuk pertumbuhan V. parahaemolyticus beragam antara 0.93 – 0.987 tergantung dari padatan yang digunakan.

Pertumbuhan Vibrio enteropatogenik berlangsung optimum pada suhu 37oC dengan kisaran tumbuh antara suhu 5 – 43oC. Bila kondisi mendukung, vibrio dapat tumbuh ekstrim cepat; waktu generasi serendah 11 menit dan 9 menit telah dicatat masing-masing untuk V. parahaemolyticus dan vibrio laut non-patogenik V. natrigens. V. parahaemolyticus umumnya kurang tahan pada suhu ekstrim daripada V. cholerae. Jumlahnya turun perlahan pada suhu dingin di bawah suhu pertumbuhan minimum di bawah kondisi beku sebesar 2–log setelah 8 hari pada suhu –18oC. V. parahaemolyticus akan tumbuh paling baik pada pH sedikit di atas netral (7.5 – 8.5). Vibrio umumnya peka terhadap asam walaupun pertumbuhan V. parahaemolyticus teramati pada pH 4.5 – 5.0.

Penyebab kolera adalah V. cholerae biotipe klasik yang menjadi penyebab KLB kolera sejak tahun 1961. Pandemik dimulai di Sulawesi di Indonesia pada tahun 1961, mencapai Afrika tahun 1970 dan Amerika tahun 1991. Kolera umumnya mempunyai masa inkubasi antara satu dan tiga hari, dan dapat beragam dari diare ringan, sembuh-sendiri sampai gangguan yang parah dan mengancam kehidupan. Dosis infektif pada orang sehat normal cukup tinggi, bila organisme tertelan tanpa makanan, sebanyak 1010 sel. Studi di Bangladesh menunjukkan jumlah 103 – 104 sel sebagai dosis infektif. Kolera adalah infeksi non-invasif dimana organisme mengkolonisasi lumen usus dan menghasilkan enterotoksin (toksin kolera) yang kuat. Pada kasus yang parah, hipersekresi natrium, kalium, klorida dan bikarbonat yang diinduksi oleh enterotoksin menghasilkan diare pucat, berair, mengandung serpihan mukus, dan disebut diare air beras. Diare dapat mencapai 201 hari dan mengandung sebayak 103 vibrio per ml, disertai muntah, tetapi tanpa mual atau demam. Bila hilangnya cairan dan elektrolit tidak diganti maka tekanan dan volume darah dapat turun, viskositas darah naik, gagal ginjal dan sirkulasi terhenti. Pada kasus fatal kematian terjadi dalam beberapa hari.

Kolera terutama dikenal sebagai infeksi yang berasal dari air (waterborne infection), walaupun makanan yang kontak dengan air tercemar sering bertindak sebagai pembawa. Keracunan pangan oleh V. parahaemolyticus terkait dengan ikan dan kerang. Jepang merupakan penyebab umum keracunan pangan. Hal ini terkait dengan kebiasaan kuliner mengkonsumsi ikan mentah atau setengah masak, walaupun penyakit juga dapat dihasilkan karena kontaminasi-silang produk masak di dapur.

Masa inkubasi yang dilaporkan untuk keracunan pangan V. parahaemolyticus beragam dari 2 jam sampai 4 hari, walaupun umumnya 9 – 25 jam. Penyakit berlangsung sampai 8 hari dan dicirikan oleh diare berair, sakit perut, muntah dan demam. V. parahaemolyticus lebih enteroinvasif daripada V. cholerae, dan mampu menembus epitelium usus. Gejala disentri juga dilaporkan dari sejumlah negara termasuk Jepang.

V. vulnificus merupakan organisme yang sangat invasif yang menyebabkan septikemia primer dengan laju kematian tinggi mendekati 50%. Sebagian besar kasus terjadi pada orang yang menderita penyakit hati (lever), diabet atau kecanduan alkohol. Orang sehat jarang dipengaruhi, dan bila ada, umumnya terkena gastroenteritis. Dalam kasus asal pangan, gejala malaise diikuti demam, dingin dan lesu muncul 16-48 jam setelah konsumsi makanan yang tercemar, biasanya hasil laut, terutama kerang. Tidak seperti infeksi Vibrio lainnya, infeksi V. vulnificus memerlukan perlakuan antibiotik seperti tetrasiklin

Yersinia enterocolitica

Yersinia enterocolitica

Yersinia enterocolitica

Yersinia enterocolitica termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Spesies patogen terhadap manusia dan hewan adalah Y. pestis; Y. pseudotuberculosis; Y. enterocolitica. Bakteri bersifat Gram negatif, fakultatif anaerobik, bentuk batang (1 – 3,5 x 0.5 – 1.3 m) dalam kultur muda (25oC) memproduksi sel-sel oval atau kokoid (coccoid). Suhu optimum pertumbuhan bakteri adalah 32 - 34oC, pada suhu 37oC memerlukan nutrisi, 3 dari 4 jenis asam amino berikut yaitu asam glutamat, thiamin, sistin, dan pantotenat. Pertumbuhan lebih baik bila ditambah asam amino bersulfur (metionin atau sistein), dan ditambah thiamin. Bakteri toleran terhadap pH tinggi, garam-garam empedu, dan surfaktan. Tahan pembekuan (dalam makanan beku), -16 sampai –17oC. Mati dengan pasteurisasi, nilai D pada suhu 62,8oC adalah 0.24 – 0.96 menit.
Bakteri ini bisa menyebabkan penyakit yersiniosis yaitu infeksi gastrointestinal dengan gangguan-gangguan seperti enteritis, dan ileitis terminal, serta dikenal sebagai penyakit “usus buntu semu” (pseudoappendicitis), limfadenitis mesenterik. Gejala-gejala penyakit meliputi demam, sakit perut, diare, mual, muntah yang akan pulih dengan sendirinya.Kebanyakan yersiniosis pada manusia melibatkan 4 serotipe yaitu O:3; O:5,27; O:8; dan O:9. Virulensi dikaitkan dengan adanya plasmid. Adhesi dan invasi tidak tergantung pada adanya plasmid, tetapi kemampuan untuk tetap hidup dan berkembang biak tergantung plasmid.

Y. pseudotuberculosis menyebabkan tuberkulosis semu (pseudotuberculosis) dan limfadenitis mesenterik pada pasien yang didiagnosa sebagai radang usus buntu. Sifat serologis bakteri mempunyai antigen somatik O yang tahan panas. Dikelompokkan menjadi Grup I (manusia dan hewan) sampai grup VI. Gejala penyakit mirip tifus, pada penderita hepatik dapat berakibat fatal. Gejala meliputi demam, sakit perut, anoreksia, mual, muntah, jarang diare.
Pada susu pasteurisasi bila terjadi kontaminasi pasca pasteurisasi, kultur dapat tetap hidup paling sedikit 20 hari pada bagian luar karton susu pada suhu 4oC. Bakteri umumnya hancur selama proses pemanasan makanan. Bakteri peka terhadap iradiasi, toleransi terhadap garam sedang.